CULTURE SHOCK
1. Apa itu Culture Shock ?
Istilah "culture shock" pertama kali diperkenalkan oleh Oberg (1960) untuk
menggambarkan respon yang mendalam dan negatif dari depresi, frustasi, dan
disorientasi yang dialami oleh orang-orang yang hidup dalam suatu lingkungan
budaya yang baru. Istilah culture shock awalnya terdokumentasi dalam jurnal medis
sebagai penyakit yang parah (berpotensi hilangnya nyawa seseorang), yang diperoleh
individu saat ia secara tiba-tiba dipindah ke luar negeri. Namun istilah culture shock
dalam istilah sosial pertama kali dikenalkan oleh seorang sosiolog Kalervo Oberg
dalam Irwin, (2007) mendefinisikan culture shock sebagai “penyakit” yang diderita
oleh individu yang hidup di luar lingkungan kulturnya. Istilah ini mengandung
pengertian adanya perasaan cemas, hilangnya arah, perasaan tidak tahu apa yang
harus dilakukan atau tidak tahu bagaimana harus melakukan sesuatu, yang dialami
oleh individu tersebut ketika ia berada dalam suatu lingkungan yang secara kultur
maupun sosial baru. Oberg dalam Irwin, (2007) lebih lanjut menjelaskan hal itu
dipicu oleh kecemasan individu karena ia kehilangan symbol-simbol yang selama ini
dikenalnya dalam interaksi sosial, terutama terjadi saat individu tinggal dalam
budaya baru dalam jangka waktu yang relative lama.
Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang "culture shock"
diantaranya:
1. Dayaksini, (2004) Istilah ini menyatakan ketiadaan arah, merasa tidak
mengetahui harus berbuat apa atau bagaimana mengerjakan segala sesuatu di
lingkungan yang baru, dan tidak mengetahui apa yang tidak sesuai atau sesuai.
2. Ward (2001) mendefinisikan culture shock adalah suatu proses aktif dalam
menghadapi perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar. Proses
aktif tersebut terdiri dari affective, behavior, dan cognitive individu, yaitu reaksi
individu tersebut merasa, berperilaku, dan berpikir ketika menghadapi pengaruh
budaya kedua.
3. Edward Hall dalam bukunya yang berjudul Silent Language dalam Hayqal,
(2011) mendeskripsikan culture shock adalah gangguan ketika segala hal yang
biasa dihadapi ketika di tempat asal menjadi sama sekali berbeda dengan hal-hal
yang dihadapi di tempat yang baru dan asing.
4. Furnham dan Bochner (1970) mengatakan bahwa culture shock adalah ketika
seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial dari kultur baru atau jika ia
mengenalnya maka ia tak dapat atau tidak bersedia menampilkan perilaku yang
sesuai dengan aturan-aturan itu.
5. Adler dalam Abbasian and Sharifi, (2013) mengemukakan bahwa culture shock
merupakan reaksi emosional terhadap perbedaan budaya yang tak terduga dan
kesalahpahaman pengalaman yang berbeda sehingga dapat menyebabkan
perasaan tidak berdaya, mudah marah, dan ketakutakan akan di tipu, dilukai
ataupun diacuhkan.
6. Stella dalam Hayqal, 2011.Culture shock merupakan sebuah fenomena
emosional yang disebabkan oleh terjadinya disorientasi pada kognitif seseorang
sehingga menyebabkan gangguan pada identitas (disonan).
7. Kim dalam Abbasian and Sharifi, (2013) menyatakan culture shock adalah proses
generik yang muncul setiap kali komponen sistem hidup tidak cukup memadai
untuk tuntutan lingkungan budaya baru.Selanjutnya Culture shock adalah tekanan
dan kecemasan yang dialami oleh orang-orang ketika mereka bepergian atau
pergi ke suatu sosial dan budaya yang baru.
8. Littlejohn (2004, dalam Mulyana 2006) culture shock adalah perasaan
ketidaknyamanan psikis dan fisik karena adanya kontak dengan budaya lain.
9. Mulyana, (2008) Culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang
mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambang dan simbol yang
familiar dalam hubungan sosial, termasuk didalamnya seribu satu cara yang
mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya bagaimana untuk memberi
perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu
merespon.
10. Ruben & Stewart dalam Hayqal, (2011). culture shock adalah rasa putus asa,
ketakutan yang berlebihan, terluka, dan keinginan untuk kembali yang besar
terhadap rumah. Hal ini disebabkan adanya rasa keterasingan dan kesendirian
yang disebabkan oleh benturan budaya Culture shock bukanlah istilah klinis
ataupun kondisi medis.
11. Kingsley dan Dakhari, (2006). Culture shock merupakan istilah yang digunakan
untuk menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang mungkin dialami
seseorang setelah ia meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di
budaya yang baru dan berbeda
Dari definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa culture
shock merupakan suatu permasalahan yang melibatkan perasaan, cara berpikir dan
berperilaku pada diri individu saat menghadapi perbedaan pengalaman maupun
budaya.
Oberg menyatakan culture shock merupakan kecemasan yang timbul akibat
hilangnya simbol hubungan sosial yang familiar (dalam Frandawati, 2009). Menurut
Ward (2001) proses aktif dalam menghadapi perubahan saat berada di lingkungan
yang tidak familiar merupakan bentuk culture shock. Proses aktif tersebut meliputi
affective, behavior, dan cognitive individu yakni individu merasa, berperilaku dan
berpikir ketika menghadapi budaya kedua. Ward (2001) menjelaskan bahwa affective
berhubungan dengan perasaan dan emosi yang dapat menjadi positif atau negatif.
Individu akan merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga, dan juga sedih karena
datang ke lingkungan yang tidak familiar. Proses yang dihadapi dalam diri individu
akan mempengaruhi ketika hidup bermasyarakat. Faktor yang mempengaruhi dalam
reaksi individu seperti adanya perubahan hidup, kepribadian dan dukungan sosial
yang harus dipertimbangkan. Faktor lain seperti perbedaan budaya, pengenalan
budaya dan status mengenali suatu budaya (Ward, 2001). Menurut Furnham dan
Bochner (1986) dimensi affective menjelaskan tentang perubahan hidup yang negatif
baik psikis maupun fisik dalam menyesuaikan diri (Ward, 2001). Selain itu dukungan
sosial juga dipandang sebagai sumber utama dalam menghadapi penyesuaian diri.
Dukungan sosial dibangun dari berbagai sumber yang mencakup keluarga, teman,
dan kenalan.
2. Culture Shock Di lingkungan Mahasiswa
Kita sebagai manusia harus mengejar cita-cita setinggi langit , begitu juga seorang mahasiswa yang ingin mengejar impianya dikampus idamannya tetapi terkadang banyak yang harus pergi kedaerah yang belum pernah mereka tinggali untuk mendapatkan kampus yang kita inginkan . Disaat itu juga kita dituntun untuk mengikuti cara atau kehidupan didaerah yang kita baru tinggali tersebut. Begitulah kehidupan Mahasiswa perantau mereka harus menyesuaikan kehidupan ditempat yang baru mereka tinggali. Pasti akan ada muncul banyak masalah yang harus dihadapi dengan sendiri ditempat mereka merantau itulah Vase yang dinamakan Culture Shock .
Ada 2 penyebab munculnya masalah yang dihadapi mahasiswa perantau
> Penyebab Internal
Psikologis yang menunjukkan
kemampuan intrapsikis untuk
menghadapi lingkungan baru yang
di kehendaki oleh pusat kendali
internal. Dari hasil survey dari beberapa mahasiswa ditemukan beberapa masalah , seperti
keterampilan berkomunikasi,
pengalaman dalam setting lintas
budaya, kemampuan bersosialisasi
dan ciri karakter individu (toleransi
atau kemandirian berada jauh dari
keluarga sebagai orang-orang
penting dalam hidupnya yang
berperan dalam sistem dukungan
dan pengawasan) benar
berpengaruh pada besar-kecil
terjadinya penyebab culture shock
pada diri individu.
> Penyebab Eksternal
Adanya variasi sosiokultural
yaitu kemampuan yang
berhubungan dengan tingkat
perbedaan budaya yang
mempengaruhi tinggi rendahnya
transisi antara budaya asal ke
budaya baru. Gegar budaya terjadi lebih
cepat jika budaya tersebut semakin
berbeda, hal ini meliputi perbedaan
sosial, budaya, adat istiadat, agama,
iklim, rasa makanan, bahasa, gerak
tubuh/ ekspresi tubuh hingga
mimik wajah, cara berpakaian /
gaya hidup, teknologi, pendidikan,
aturan-aturan dan norma sosial
dalam masyarakat serta perbedaan
perilaku warga tuan rumah.
(1) Pola, jenis, rasa dan porsi
makan
Salah satu perbedaan
terbesar antara pendatang
dengan tuan rumah yang
biasanya menjadi masalah
bagi individu pendatang itu
ialah makanan. Pola, jenis,
rasa dan porsi makan
seseorang sangat berkaitan
erat dengan kultur dimana ia
tinggal dan telah melekat pada
diri individu. Oleh karenanya,
ketika individu berada di
daerah tuan rumah dengan
pola, jenis, rasa dan porsi
makan yang berbeda, ia akan
mengalami kekagetan dan
frustasi yang mengarah pada
terjadinya culture shock.
Penyebab eksternal pembentuk
culture shock yang peneliti
dapatkan dan terbesar karena
rata-rata semua informan
paling dominan mengeluhkan
ketidaknyamanan berupa
perbedaan rasa masakan yang
dirasakan oleh mahasiswa
perantauan asal luar pulau
jawa.
(2) Bahasa
daerah merupakan
cerminan dari sebuah
kebudayaan yang beradab.
Bahasa tidak bisa dianggap
mudah dengan sebelah mata
dewasa ini. Individu yang
mengalami kekagetan terhadap
budaya baru sering kali
dihubungkan dengan masalah
bahasa sebagai salah satu
penghambat yang cukup besar
ketika menetap ditempat yang
baru. Tidak menguasai atau
bahkan tidak mengerti sama
sekali bahasa merupakan suatu
hal yang wajar yang
8 Jurnal Pendidikan Sosiologi 2015
menyebabkan timbulnya
culture shock.
(3) Adat Istiadat
Merujuk pada tradisi-tradisi
yang biasa dilakukan oleh
masyarakat di setiap daerah
yang notebene memiliki ciri
khas kebudayaan yang
berbeda satu sama lain.
Adanya suatu tuntutan bagi
individu perantau untuk
mampu beradaptasi dengan
adat istiadat di daerahnya yang
baru sebagai bentuk
menghargai di lingkungan
tuan rumah dan cara agar
mampu untuk membaur.
Namun sayangnya,
beradaptasi dengan adat
istiadat yang baru bukanlah
hal yang mudah bagi seorang
pendatang, maka individu
cenderung mengalami
kekagetan budaya terutama
dalam hal adat istiadat
tersebut.
(4) Gerak tubuh/ ekspresi mimik
wajah
Penyebab eksternal
pembentuk culture shock
berupa perbedaan gerak tubuh/
ekspresi mimik wajah yang
dirasakan oleh mahasiswa
perantauan asal luar pulau
Jawa.
(5) Pendidikan
Seiring berjalannya waktu
bertambahnya jaman,
perkembangan pendidikan pun
semakin melaju pesat.
Perkembangan pendidikan
yang semakin mutakhir ini
menyebabkan masyarakat
harus selalu ingin berusaha
untuk mengikuti
perkembangan pendidikan
agar mampu bersaing di dunia
global. Pendidikan juga
merupakan hal penting dalam
mempengaruhi timbulnya
masalah culture shock atau
gegar budaya. Individu
perantau merasa gelisah,
cemas atau bahkan takut tidak
bisa mengikuti perkembangan
pendidikan di tempat tinggal
barunya sehingga individu
cenderung merasakan kurang
percaya diri. Individu perantau
disini dituntut untuk berpikir
keras bagaimana caranya
untuk dapat mengikuti
perkembangan pendidikan
serta mampu
mengaplikasikannya
dikehidupannya.
(6) Pergaulan
Ketakutan ini menjadikan
individu merasa canggung
dalam menghadapi situasi
yang baru, tempat tinggal yang
baru dan suasana yang baru.
Akibat ketidak pahaman
mengenai pergaulan ini,
individu juga akan merasa
terasing dengan orang-orang
disekelilingnya yang dirasa
baru baginya. Pada keadaan
seperti ini berpotensi
timbulnya suatu pandangan
yang mengarahkan individu
untuk cenderung memilih
berinteraksi menurut
kelompok dengan identitas
kebudayaan yang sama
sebagai solusi yang paling
tepat bagi individu perantau
untuk menghindari dari
perbedaan adat istiadat,
kebiasaan, tingkah laku yang
umumnya terjadi dimasyarakat
di lingkungan yang baru.
Dengan cara tersebut individu
perantau berharap dapat lebih
merasa nyaman yang
setidaknya sama seperti saat di
kampung halamannya.
(7) Geografis
Penyebab geografis ini
berkaitan erat dengan kondisi
Fenomena Culture Shock (Gegar Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan di Yogyakarta 9
fisik lingkungan maka hal ini
dapat berpengaruh secara
langsung terhadap kondisi
fisik individu yaitu kondisi
kesehatan yang cenderung
menurun ketika individu
tersebut tinggal di suatu
tempat tinggal yang baru, yang
tentunya jauh berbeda dengan
tempat tinggal semula sebagai
proses penyesuaian secara
fisik.
(8) Agama dianggap sebagai salah
satu penghambat individu
dalam usahanya menyesuaikan
di tempat tinggal yang baru,
namun dengan kadar yang
sangatlah kecil. Individu
mengalami ketakutan
tersendiri terhadap agama
yang menjadi perbedaan yang
sangat rentan dan tidak bisa
disatukan dengan mudahnya.
3. Culture Shock Di lingkungan Masyarakat
Culture Shock dilingkungan Masyarakat tidak berbeda jauh dengan Di lingkungan Mahasiswa. Ada beberapa fase yang harus kita lewati atau menyesuaikan jika kita berada dilingkungan yang baru kita tempati agar kita bisa merasa nyaman.
1.
Honeymoon Phase
Honeymoon Phase adalah sebuah fase dimana anda akan sangat menyukai apa yang
anda alami di tempat baru anda. Anda akan menyukai bagaimana orang-orang lokal
sangat sopan terhadap anda, menyapa dengan ramah, dan semua terasa indah bagai
mimpi jadi nyata.
2.
Negotiation Phase
Fase ini adalah fase dimana anda akan mulai merasa tidak nyaman dengan
lingkungan sekitar anda. Biasanya kendala bahasa adalah masalah utama. Anda
mulai merasa cemas karena orang-orang di sekitar anda berbeda dengan
orang-orang di lingkungan asal anda. Anda akan mulai merasa homesick dan ingin
kembali ke tempat semula.
Biasanya
bagi pelajar, pengalaman yang dirasakan pada fase ini adalah kecemasan karena
perbedaan budaya. Perbedaan besar antara budaya barat dan timur yang cukup
besar akan membuat pelajar Indonesia yang kuliah ke Amerika merasa lebih
tertekan untuk dapat menyesuaikan diri dengan budaya barat.
3.
Adjustment Phase
Fase ini biasanya dimulai setelah 6-12 bulan tinggal di Amerika. Anda akan
mulai bisa menyesuaikan diri dengan budaya lokal. Semua akan mulai terasa lebih
“normal” bagi anda. Anda merasa lebih bisa menyatu dengan lingkungan anda. Anda
tidak lagi merasa berbeda dengan orang-orang di sekitar anda.
4.
Mastery Phase
Pada fase ini anda sudah merasa sangat nyaman dengan pola kehidupan baru anda.
Meskipun sudah nyaman dan terbiasa, bukan berarti anda sepenuhnya berubah. Anda
tetap akan membawa ciri khas budaya asal anda, seperti aksen bicara, logat,
kebiasaan, dan lainnya. Meskipun adaptasi adalah sebuah kemampuan yang sangat penting bagi kita untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, beberapa orang memilih untuk
bertahan dengan budaya asalnya dan menganggap budaya tempat tinggal baru mereka
sebagai bahaya. Orang-orang
yang bersikap “defensif” ini dengan sengaja menolak untuk membiasakan diri
dengan budaya baru tempat mereka tinggal. Mereka menganggap budaya asal mereka
sebagai satu-satunya budaya yang paling benar di dunia. 60% ekspatriat memiliki
sikap seperti ini. Mereka tidak hanya akan kesulitan beradaptasi di negara
tujuan, tetapi juga akan kesulitan ketika kembali ke negara asalnya.
Beberapa
orang (10% dari seluruh ekspatriat) mampu beradaptasi sepenuhnya dengan budaya
di negara tujuan. Mereka pada umumnya menetap di negara tersebut.30%
dari jumlah total ekspatriat berada di tengah-tengah, Kelompok ini mau menerima
budaya lokal yang mereka anggap baik. Orang-orang di grup ini mampu beradaptasi
dengan baik dan tidak akan mengalami masalah adaptasi jika mereka harus
berpindah-pindah negara. Mereka juga tidak akan mengalami masalah ketika
kembali ke negara asal.
3. Bagaimana Cara Mengatasi Culture Shock?
Lalu, bagaimana agar tidak mengalami
depresi akibat culture shock ketika kuliah di Amerika atau negara lainnya? Cara
paling mudah adalah dengan mempelajari dengan baik tempat tujuan anda. Baca
buku panduan tentang daerah tujuan anda, tanya kepada yang sudah pernah tinggal
di sana, atau cari informasi dari internet. Saran saya, jangan sekali-kali
membayangkan daerah tujuan anda seperti yang ditayangkan di film, karena
kenyataannya akan sangat jauh berbeda.
Cara
terbaik untuk mendapatkan teman adalah dengan humor. Tapi ingat untuk
mempelajari budaya Amerika, atau negara lain tujuan anda, terlebih dahulu
sehingga humor anda tidak menyinggung perasaan orang lokal.
Pelajari
tempat-tempat penting seperti supermarket, rumah sakit, kantor pos, restoran,
dan lain-lain di daerah anda. Anda harus aktif bertanya kepada penduduk lokal.
Mengetahui posisi tempat-tempat umum sangat penting, terutama jika anda belum
terlalu mengenal tempat tinggal anda yang baru.
Thanks To ..
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/societas/article/viewFile/3946/3612
https://gudangilmue.wordpress.com/2014/05/24/apa-itu-culture-shock-dan-bagaimana-cara-mengatasinya/
https://www.researchgate.net/profile/...3/.../SUARDI+CULTURE+SHOCK.pdf?...