Friday 8 June 2018

CULTURE SHOCK


1. Apa itu Culture Shock ?

      Istilah "culture shock" pertama kali diperkenalkan oleh Oberg (1960) untuk menggambarkan respon yang mendalam dan negatif dari depresi, frustasi, dan disorientasi yang dialami oleh orang-orang yang hidup dalam suatu lingkungan budaya yang baru. Istilah culture shock awalnya terdokumentasi dalam jurnal medis sebagai penyakit yang parah (berpotensi hilangnya nyawa seseorang), yang diperoleh individu saat ia secara tiba-tiba dipindah ke luar negeri. Namun istilah culture shock dalam istilah sosial pertama kali dikenalkan oleh seorang sosiolog Kalervo Oberg dalam Irwin, (2007) mendefinisikan culture shock sebagai “penyakit” yang diderita oleh individu yang hidup di luar lingkungan kulturnya. Istilah ini mengandung pengertian adanya perasaan cemas, hilangnya arah, perasaan tidak tahu apa yang harus dilakukan atau tidak tahu bagaimana harus melakukan sesuatu, yang dialami oleh individu tersebut ketika ia berada dalam suatu lingkungan yang secara kultur maupun sosial baru. Oberg dalam Irwin, (2007) lebih lanjut menjelaskan hal itu dipicu oleh kecemasan individu karena ia kehilangan symbol-simbol yang selama ini dikenalnya dalam interaksi sosial, terutama terjadi saat individu tinggal dalam budaya baru dalam jangka waktu yang relative lama. 
     Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang "culture shock" diantaranya: 
1. Dayaksini, (2004) Istilah ini menyatakan ketiadaan arah, merasa tidak mengetahui harus berbuat apa atau bagaimana mengerjakan segala sesuatu di lingkungan yang baru, dan tidak mengetahui apa yang tidak sesuai atau sesuai. 
2. Ward (2001) mendefinisikan culture shock adalah suatu proses aktif dalam menghadapi perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar. Proses aktif tersebut terdiri dari affective, behavior, dan cognitive individu, yaitu reaksi individu tersebut merasa, berperilaku, dan berpikir ketika menghadapi pengaruh budaya kedua. 
3. Edward Hall dalam bukunya yang berjudul Silent Language dalam Hayqal, (2011) mendeskripsikan culture shock adalah gangguan ketika segala hal yang biasa dihadapi ketika di tempat asal menjadi sama sekali berbeda dengan hal-hal yang dihadapi di tempat yang baru dan asing. 
4. Furnham dan Bochner (1970) mengatakan bahwa culture shock adalah ketika seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial dari kultur baru atau jika ia mengenalnya maka ia tak dapat atau tidak bersedia menampilkan perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan itu. 
5. Adler dalam Abbasian and Sharifi, (2013) mengemukakan bahwa culture shock merupakan reaksi emosional terhadap perbedaan budaya yang tak terduga dan kesalahpahaman pengalaman yang berbeda sehingga dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya, mudah marah, dan ketakutakan akan di tipu, dilukai ataupun diacuhkan. 
6. Stella dalam Hayqal, 2011.Culture shock merupakan sebuah fenomena emosional yang disebabkan oleh terjadinya disorientasi pada kognitif seseorang sehingga menyebabkan gangguan pada identitas (disonan). 
7. Kim dalam Abbasian and Sharifi, (2013) menyatakan culture shock adalah proses generik yang muncul setiap kali komponen sistem hidup tidak cukup memadai untuk tuntutan lingkungan budaya baru.Selanjutnya Culture shock adalah tekanan dan kecemasan yang dialami oleh orang-orang ketika mereka bepergian atau pergi ke suatu sosial dan budaya yang baru. 
8. Littlejohn (2004, dalam Mulyana 2006) culture shock adalah perasaan ketidaknyamanan psikis dan fisik karena adanya kontak dengan budaya lain. 
9. Mulyana, (2008) Culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial, termasuk didalamnya seribu satu cara yang mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya bagaimana untuk memberi perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu merespon. 10. Ruben & Stewart dalam Hayqal, (2011). culture shock adalah rasa putus asa, ketakutan yang berlebihan, terluka, dan keinginan untuk kembali yang besar terhadap rumah. Hal ini disebabkan adanya rasa keterasingan dan kesendirian yang disebabkan oleh benturan budaya Culture shock bukanlah istilah klinis ataupun kondisi medis. 
11. Kingsley dan Dakhari, (2006). Culture shock merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang mungkin dialami seseorang setelah ia meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di budaya yang baru dan berbeda 

     Dari definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa culture shock merupakan suatu permasalahan yang melibatkan perasaan, cara berpikir dan berperilaku pada diri individu saat menghadapi perbedaan pengalaman maupun budaya. 
    Oberg menyatakan culture shock merupakan kecemasan yang timbul akibat hilangnya simbol hubungan sosial yang familiar (dalam Frandawati, 2009). Menurut Ward (2001) proses aktif dalam menghadapi perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar merupakan bentuk culture shock. Proses aktif tersebut meliputi affective, behavior, dan cognitive individu yakni individu merasa, berperilaku dan berpikir ketika menghadapi budaya kedua. Ward (2001) menjelaskan bahwa affective berhubungan dengan perasaan dan emosi yang dapat menjadi positif atau negatif. Individu akan merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga, dan juga sedih karena datang ke lingkungan yang tidak familiar. Proses yang dihadapi dalam diri individu akan mempengaruhi ketika hidup bermasyarakat. Faktor yang mempengaruhi dalam reaksi individu seperti adanya perubahan hidup, kepribadian dan dukungan sosial yang harus dipertimbangkan. Faktor lain seperti perbedaan budaya, pengenalan budaya dan status mengenali suatu budaya (Ward, 2001). Menurut Furnham dan Bochner (1986) dimensi affective menjelaskan tentang perubahan hidup yang negatif baik psikis maupun fisik dalam menyesuaikan diri (Ward, 2001). Selain itu dukungan sosial juga dipandang sebagai sumber utama dalam menghadapi penyesuaian diri. Dukungan sosial dibangun dari berbagai sumber yang mencakup keluarga, teman, dan kenalan. 

2. Culture Shock Di lingkungan Mahasiswa

     Kita sebagai manusia harus mengejar cita-cita setinggi langit , begitu juga seorang mahasiswa yang ingin mengejar impianya dikampus idamannya tetapi terkadang banyak yang harus pergi kedaerah yang belum pernah mereka tinggali untuk mendapatkan kampus yang kita inginkan . Disaat itu juga kita dituntun untuk mengikuti cara atau kehidupan didaerah yang kita baru tinggali tersebut. Begitulah kehidupan Mahasiswa perantau mereka harus menyesuaikan kehidupan ditempat yang baru mereka tinggali. Pasti akan ada muncul banyak masalah yang harus dihadapi dengan sendiri ditempat mereka merantau itulah Vase yang dinamakan Culture Shock . 
Ada 2 penyebab munculnya masalah yang dihadapi mahasiswa perantau 
    > Penyebab Internal
Psikologis yang menunjukkan kemampuan intrapsikis untuk menghadapi lingkungan baru yang di kehendaki oleh pusat kendali internal. Dari hasil survey dari beberapa mahasiswa ditemukan beberapa masalah , seperti keterampilan berkomunikasi, pengalaman dalam setting lintas budaya, kemampuan bersosialisasi dan ciri karakter individu (toleransi atau kemandirian berada jauh dari keluarga sebagai orang-orang penting dalam hidupnya yang berperan dalam sistem dukungan dan pengawasan) benar berpengaruh pada besar-kecil terjadinya penyebab culture shock pada diri individu. 
      > Penyebab Eksternal
Adanya variasi sosiokultural yaitu kemampuan yang berhubungan dengan tingkat perbedaan budaya yang mempengaruhi tinggi rendahnya transisi antara budaya asal ke budaya baru. Gegar budaya terjadi lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi perbedaan sosial, budaya, adat istiadat, agama, iklim, rasa makanan, bahasa, gerak tubuh/ ekspresi tubuh hingga mimik wajah, cara berpakaian / gaya hidup, teknologi, pendidikan, aturan-aturan dan norma sosial dalam masyarakat serta perbedaan perilaku warga tuan rumah. 

(1) Pola, jenis, rasa dan porsi makan Salah satu perbedaan terbesar antara pendatang dengan tuan rumah yang biasanya menjadi masalah bagi individu pendatang itu ialah makanan. Pola, jenis, rasa dan porsi makan seseorang sangat berkaitan erat dengan kultur dimana ia tinggal dan telah melekat pada diri individu. Oleh karenanya, ketika individu berada di daerah tuan rumah dengan pola, jenis, rasa dan porsi makan yang berbeda, ia akan mengalami kekagetan dan frustasi yang mengarah pada terjadinya culture shock. Penyebab eksternal pembentuk culture shock yang peneliti dapatkan dan terbesar karena rata-rata semua informan paling dominan mengeluhkan ketidaknyamanan berupa perbedaan rasa masakan yang dirasakan oleh mahasiswa perantauan asal luar pulau jawa. 

(2) Bahasa daerah merupakan cerminan dari sebuah kebudayaan yang beradab. Bahasa tidak bisa dianggap mudah dengan sebelah mata dewasa ini. Individu yang mengalami kekagetan terhadap budaya baru sering kali dihubungkan dengan masalah bahasa sebagai salah satu penghambat yang cukup besar ketika menetap ditempat yang baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak mengerti sama sekali bahasa merupakan suatu hal yang wajar yang 8 Jurnal Pendidikan Sosiologi 2015 menyebabkan timbulnya culture shock. 

(3) Adat Istiadat Merujuk pada tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat di setiap daerah yang notebene memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Adanya suatu tuntutan bagi individu perantau untuk mampu beradaptasi dengan adat istiadat di daerahnya yang baru sebagai bentuk menghargai di lingkungan tuan rumah dan cara agar mampu untuk membaur. Namun sayangnya, beradaptasi dengan adat istiadat yang baru bukanlah hal yang mudah bagi seorang pendatang, maka individu cenderung mengalami kekagetan budaya terutama dalam hal adat istiadat tersebut. 

(4) Gerak tubuh/ ekspresi mimik wajah Penyebab eksternal pembentuk culture shock berupa perbedaan gerak tubuh/ ekspresi mimik wajah yang dirasakan oleh mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa. 

(5) Pendidikan Seiring berjalannya waktu bertambahnya jaman, perkembangan pendidikan pun semakin melaju pesat. Perkembangan pendidikan yang semakin mutakhir ini menyebabkan masyarakat harus selalu ingin berusaha untuk mengikuti perkembangan pendidikan agar mampu bersaing di dunia global. Pendidikan juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi timbulnya masalah culture shock atau gegar budaya. Individu perantau merasa gelisah, cemas atau bahkan takut tidak bisa mengikuti perkembangan pendidikan di tempat tinggal barunya sehingga individu cenderung merasakan kurang percaya diri. Individu perantau disini dituntut untuk berpikir keras bagaimana caranya untuk dapat mengikuti perkembangan pendidikan serta mampu mengaplikasikannya dikehidupannya. 

(6) Pergaulan Ketakutan ini menjadikan individu merasa canggung dalam menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan suasana yang baru. Akibat ketidak pahaman mengenai pergaulan ini, individu juga akan merasa terasing dengan orang-orang disekelilingnya yang dirasa baru baginya. Pada keadaan seperti ini berpotensi timbulnya suatu pandangan yang mengarahkan individu untuk cenderung memilih berinteraksi menurut kelompok dengan identitas kebudayaan yang sama sebagai solusi yang paling tepat bagi individu perantau untuk menghindari dari perbedaan adat istiadat, kebiasaan, tingkah laku yang umumnya terjadi dimasyarakat di lingkungan yang baru. Dengan cara tersebut individu perantau berharap dapat lebih merasa nyaman yang setidaknya sama seperti saat di kampung halamannya.

(7) Geografis Penyebab geografis ini berkaitan erat dengan kondisi Fenomena Culture Shock (Gegar Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan di Yogyakarta 9 fisik lingkungan maka hal ini dapat berpengaruh secara langsung terhadap kondisi fisik individu yaitu kondisi kesehatan yang cenderung menurun ketika individu tersebut tinggal di suatu tempat tinggal yang baru, yang tentunya jauh berbeda dengan tempat tinggal semula sebagai proses penyesuaian secara fisik. 
(8) Agama dianggap sebagai salah satu penghambat individu dalam usahanya menyesuaikan di tempat tinggal yang baru, namun dengan kadar yang sangatlah kecil. Individu mengalami ketakutan tersendiri terhadap agama yang menjadi perbedaan yang sangat rentan dan tidak bisa disatukan dengan mudahnya.

3. Culture Shock Di lingkungan Masyarakat

Culture Shock dilingkungan Masyarakat tidak berbeda jauh dengan Di lingkungan Mahasiswa. Ada beberapa fase yang harus kita lewati atau menyesuaikan jika kita berada dilingkungan yang baru kita tempati agar kita bisa merasa nyaman.
1. Honeymoon Phase
Honeymoon Phase adalah sebuah fase dimana anda akan sangat menyukai apa yang anda alami di tempat baru anda. Anda akan menyukai bagaimana orang-orang lokal sangat sopan terhadap anda, menyapa dengan ramah, dan semua terasa indah bagai mimpi jadi nyata.
2. Negotiation Phase
Fase ini adalah fase dimana anda akan mulai merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekitar anda. Biasanya kendala bahasa adalah masalah utama. Anda mulai merasa cemas karena orang-orang di sekitar anda berbeda dengan orang-orang di lingkungan asal anda. Anda akan mulai merasa homesick dan ingin kembali ke tempat semula.
Biasanya bagi pelajar, pengalaman yang dirasakan pada fase ini adalah kecemasan karena perbedaan budaya. Perbedaan besar antara budaya barat dan timur yang cukup besar akan membuat pelajar Indonesia yang kuliah ke Amerika merasa lebih tertekan untuk dapat menyesuaikan diri dengan budaya barat.
3. Adjustment Phase
Fase ini biasanya dimulai setelah 6-12 bulan tinggal di Amerika. Anda akan mulai bisa menyesuaikan diri dengan budaya lokal. Semua akan mulai terasa lebih “normal” bagi anda. Anda merasa lebih bisa menyatu dengan lingkungan anda. Anda tidak lagi merasa berbeda dengan orang-orang di sekitar anda.
4. Mastery Phase
Pada fase ini anda sudah merasa sangat nyaman dengan pola kehidupan baru anda. Meskipun sudah nyaman dan terbiasa, bukan berarti anda sepenuhnya berubah. Anda tetap akan membawa ciri khas budaya asal anda, seperti aksen bicara, logat, kebiasaan, dan lainnya.
       Meskipun adaptasi adalah sebuah kemampuan yang sangat penting bagi kita untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, beberapa orang memilih untuk bertahan dengan budaya asalnya dan menganggap budaya tempat tinggal baru mereka sebagai bahaya.                                                                                                                                                     Orang-orang yang bersikap “defensif” ini dengan sengaja menolak untuk membiasakan diri dengan budaya baru tempat mereka tinggal. Mereka menganggap budaya asal mereka sebagai satu-satunya budaya yang paling benar di dunia. 60% ekspatriat memiliki sikap seperti ini. Mereka tidak hanya akan kesulitan beradaptasi di negara tujuan, tetapi juga akan kesulitan ketika kembali ke negara asalnya.
Beberapa orang (10% dari seluruh ekspatriat) mampu beradaptasi sepenuhnya dengan budaya di negara tujuan. Mereka pada umumnya menetap di negara tersebut.30% dari jumlah total ekspatriat berada di tengah-tengah, Kelompok ini mau menerima budaya lokal yang mereka anggap baik. Orang-orang di grup ini mampu beradaptasi dengan baik dan tidak akan mengalami masalah adaptasi jika mereka harus berpindah-pindah negara. Mereka juga tidak akan mengalami masalah ketika kembali ke negara asal.

3. Bagaimana Cara Mengatasi Culture Shock?

Lalu, bagaimana agar tidak mengalami depresi akibat culture shock ketika kuliah di Amerika atau negara lainnya? Cara paling mudah adalah dengan mempelajari dengan baik tempat tujuan anda. Baca buku panduan tentang daerah tujuan anda, tanya kepada yang sudah pernah tinggal di sana, atau cari informasi dari internet. Saran saya, jangan sekali-kali membayangkan daerah tujuan anda seperti yang ditayangkan di film, karena kenyataannya akan sangat jauh berbeda.
Cara terbaik untuk mendapatkan teman adalah dengan humor. Tapi ingat untuk mempelajari budaya Amerika, atau negara lain tujuan anda, terlebih dahulu sehingga humor anda tidak menyinggung perasaan orang lokal.
Pelajari tempat-tempat penting seperti supermarket, rumah sakit, kantor pos, restoran, dan lain-lain di daerah anda. Anda harus aktif bertanya kepada penduduk lokal. Mengetahui posisi tempat-tempat umum sangat penting, terutama jika anda belum terlalu mengenal tempat tinggal anda yang baru.



Thanks To .. 
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/societas/article/viewFile/3946/3612
https://gudangilmue.wordpress.com/2014/05/24/apa-itu-culture-shock-dan-bagaimana-cara-mengatasinya/


https://www.researchgate.net/profile/...3/.../SUARDI+CULTURE+SHOCK.pdf?...

Alexander

Author & Editor

Nama gua Alexander , dari universitas Gunadarma jurusan Teknik Informatika 2017, blog ini gua buat sebagai prasarana untuk ngeshare tugas-tugas gua yang pernah gua kerjaiin . Semoga bermafaat bagi kalian yah. Thanks for visit :)

0 comments:

Post a Comment

Please comment my blog !!!